Tantangan di ruang digital sangat besar, konten negatif terus bermunculan, kejahatan di ruang digital terus meningkat seperti hoaks, penipuan daring, perjudian, dan lainnya perlu kita waspadai karena mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Kewajiban kita bersama untuk terus meminimalkan konten negatif dan membanjiri ruang digital dengan konten positif, agar tercipta perdamaian.
Hal itu diungkapkan, Presiden Joko Widodo, dalam sambutannya pembukaan persatuan dan kesatuan bangsa dengan melakukan literasi digital harus terus dilakukan. Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerjasama dengan Siberkreasi mengadakan Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital untuk wilayah Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Senin (21/6/2021).
Media sosial ini ibarat panggung atau layar kaca, yang membuat siapapun bisa menampilkan diri kapan saja dengan tema apa saja meski orang itu tak memiliki kesempatan untuk tampil di panggung atau layar kaca yang sesungguhnya. Imbasnya semua orang dapat memproduksi kontennya sendiri dan langsung memperoleh respons secara interaktif. Era ini disebut sebagai user generated content (UGC) yang bisa diartikan sebagai konten yang dibuat oleh pengguna.
“Akibat lebih lanjut dari itu, terjadi persaingan antarkonten untuk memperoleh perhatian. Terjadi adu kreatif, yang positif, negatif, tak etis, melanggar hukum, dengan memanfaatkan media ini,” kata Mario Antonius Birowo, Ph.D, Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Menurut Mario, konsekuensi tersebut sering tidak disadari oleh khalayak. Sedangkan bagi mereka yang menyadari konsekuensinya, media sosial juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan dirinya, termasuk dengan melanggar hukum.
“Pelanggaran hukum ini berupa unggah hoaks obat Covid-19 di YouTube, produsen minuman herbal terjerat UU ITE. Merasa difitnah di Facebook, melakukan ujaran kebencian di Instagram, dipecat. Berjoget nyeleneh di TikTok, pejabat dikecam masyarakat,” paparnya.
Lanjut Mario, konten negatif banyak beredar di dunia digital. Sehingga diharuskan bersikap aktif di dunia digital dalam mengatasi membanjirnya konten negatif. Untuk itu pentingnya etis dalam bermedia digital.
Akselerasi transformasi digital tidak hanya terkait aspek etika, tetapi juga aspek kejahatan siber. Untuk itu, Content Strategist Tio Prasetyo Utomo, mengatakan, kejahatan siber adalah tidak kejahatan yang dilakukan secara online. Kejahatan ini tidak mengenal waktu dan tidak pilih-pilih target. Bisa terjadi pada individu atau perusahaan di mana pun berada. “Kejatahan siber bisa terjadi di media sosial, e-commerce, online banking, dan juga email,” paparnya.
Lanjut dia, untuk terhindar dari penipuan online, ada baiknya berhati-hati menerima telepon dari nomor tidak dikenal, jangan buka email atau jendela pop-up yang mencurigakan, langsung hapus, amankan data personal, berhati-hatilah dengan informasi personal yang dibagikan di media sosial.
“Selain itu kalau janjian dengan orang yang kita kenal dari online pastikan semuanya valid, dari akun medsos sampai ke jejak kariernya. Berhati-hati juga ketika berbelanja online. Waspadai tawaran yang sepertinya terlalu menggiurkan dan selalu gunakan layanan belanja online yang Anda tahu dan percaya, dan pilih password dengan kombinasi yang tidak familiar atau tidak ada hubungannya dengan kehidupan kita,” paparnya.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Siberkreasi di wilayah Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Senin (21/6/2021) ini juga menghadirkan pembicara Nattaya Laksita M (Account Executive di Eventori.id), Muhammad Sahid (Dosen Komunikasi UIN Alauddin Makasar), dan I Wayan Adi Karnawa (Relawan TIK Provinsi Bali).
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.