Kepulauan Bangka Belitung merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berdekatan dengan Sumatera Selatan. Kepulauan ini terdiri dari dua pulau besar yakni Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Pulau Bangka jauh lebih luas dibandingkan dengan Pulau Belitung. Bangka selalu identik dengan kekayaan kulinernya. Sementara tetangganya, Pulau Belitung, terkenal akan keindahan pantainya. Meski keduanya sering dikaitkan satu sama lain karena kondisi alamnya yang serupa, namun sejatinya masing-masing pulau ini memiliki keunikannya tersendiri.
Pesona Alam yang Memikat
Bangka Belitung tersohor dengan deretan pantainya yang indah, pasir putih lembut, pesisir pantai yang landai, spot-spot diving yang memukau, serta kumpulan batu granit yang menjadi ciri khasnya. Setiap kali saya menjejakan kaki di pantainya, rasa kagum selalu terlontar dari mulut saya. Pertanyaan mengenai dari mana datangnya bebatuan granit tersebut juga menghiasi pikiran saya. Salah satu tempat yang saya kunjungi adalah Pulau Lengkuas di Belitung.
Pulau Lengkuas dapat dikatakan sebagai salah satu primadona wisata di Provinsi Bangka Belitung. Wisatawan yang datang ke pulau ini memiliki kesempatan menikmati pemandangan bawah laut perairan Pulau Lengkuas dengan snorkeling atau diving. Selain itu, saya juga berkesempatan naik ke atas mercusuar yang sudah dibangun sejak tahun 1882 oleh seorang berkebangsaan Belanda bernama ZM Willem III. Bangunan yang memiliki 18 lantai ini terlihat begitu kokoh berdiri di tengah Pulau Lengkuas. Dari puncak mercusuar, saya disuguhkan pemandangan pasir putih berpadu dengan birunya air laut yang seketika menghipnotis mata saya. Namun informasi terbaru mengatakan mercusuar ini kini tidak dapat dinaiki kembali dan dikelola oleh Kementerian Perhubungan di bawah tanggung jawab Dirjen Perhubungan Laut.
Menyebrang ke Pulau Bangka, saya mengunjungi Pantai Penyusuk di daerah Belinyu. Di Pantai Penyusuk sekali lagi kita disuguhkan banyak sekali bebatuan granit berukuran besar yang berada di sekitaran pantai, serta air laut jernih kebiruan, menjadi penanda jika lokasi ini masih terhitung alami dan luar biasa indahnya. Dari Pantai Penyusuk, kita bisa menyambangi pulau-pulau kecil disekitarnya, Pulau Putri, Pulau Lampu, Pulau Mentigi, Pulau Bakong, dan Pulau Antu. Keenam pulau di sekitaran Pantai Penyusuk dapat ditempuh sekitar 15 menit perjalanan dari pantai menggunakan kapal yang disebut Pompong.
Perjalanan saya berlanjut mengunjungi Danau Kaolin Air Bara, Bangka. Danau Kaolin merupakan danau semi buatan yang terbentuk akibat penambangan kaolin yang menjadi kegiatan penambangan utama di Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Kaolin merupakan sejenis tanah liat hasil pelapukan batu granit yang digunakan sebagai bahan pembuatan plastik, kertas, hingga karet. Danau Kaolin yang merupakan sisa-sisa penambangan dan eksploitasi alam berubah menjadi daya tarik yang indah bersanding dengan mirisnya alam sekitar yang rusak.
Keindahan danau kaolin di Bangka membuat hati saya tersentak. Dari sisi panorama, danau kaolin memiliki keindahan yang memukau dan sangatlah fotogenic. Airnya biru kehijauan. Kontur dinding danau yang berlekuk-lekuk menjadikannya terlihat seperti lereng dan punggungan gunung. Bentuk pasirnya yang putih bersih. Kemudian ketiganya dipadukan dengan langit biru dengan gumpalan awan putih. Semua keindahan danau kaolin akan langsung terasa begitu para pengunjung sampai di lokasi.
Kelezatan Kulinernya
Setiap kali berkunjung ke suatu daerah tidak lengkap rasanya tanpa mencoba kuliner khasnya. Perburuan kuliner wajib setibanya di Tanjung Pandan, Belitung adalah Mie Atep. Makanan satu ini seolah menjadi ikon tersendiri bagi Belitung. Letaknya persis di pusat kota Tanjung Pandan, di sekitar Tugu Batu Satam. Rasa Mie Atep menurut saya cukup unik. Tekstur mienya lentur, terdapat potongan tahu, taoge, kentang, mentimun, udang, dan melinjo. Ditambah kuah yang segar, sedikit asam dan sangat manis, seperti kuah pempek. Sebagai pecinta pedas, saya sedikit kecewa karena rasa sambalnya pun terasa manis. Tidak ketinggalan, saya juga mencicipi kesegaran es jeruk kunci. Rasanya asam namun segar, pas sekali jika diminum siang hari.
Bergeser ke Pulau Bangka, saya mencoba camilan yang cukup terkenal disini, yaitu otak-otak Belinyu. Otak-otak merupakan salah satu makanan tradisonal khas Bangka. Bahan dasarnya dari ikan laut atau ikan tenggiri, lalu dibungkus dengan daun pisang, dan kemudian dibakar di atas bara api. Otak-otak Belinyu memiliki rasa yang gurih dan teksturnya yang kenyal. Camilan satu ini paling enak disajikan dengan sambal kacang cuka khas Bangka yang terasa menyegarkan.
Keragaman Budayanya
Saya menyempatkan diri mampir ke rumah adat Belitung yang terletak di Kota Tanjung Pandan. Tepatnya di Jalan Ahmad Yani, persis di samping Kantor Bupati Belitung. Rumah adat Belitung ini mulai dibangun pada tahun 2004 dan diresmikan pada tahun 2009 oleh Bupati Belitung, Darmansyah Husain. Suasana kayu sangat terasa ketika saya berada di dalam rumah adat ini. Hampir semua bagian dari rumah adat ini terbuat dari kayu bulin yang terkenal kuat dan tahan lama.
Berkunjung ke Bangka Belitung kita akan merasakan proses pembauran antar etnik tionghoa dan melayu yang berjalan begitu baik tanpa konflik atau gejolak sosial. Akulturasi dan asimilasi berproses seiring zaman dan budaya setempat dengan sangat menarik. Seni budaya yang berkembang di wilayah Kepulauan Bangka Belitung ini sangat beragam dan menggambarkan keanekaragaman suku bangsa dan agama.
Kehidupan Masyarakatnya
Masyarakat Bangka Belitung memiliki falsafah hidup yang hingga kini masih tergenggam erat yaitu Serumpun Sebalai. Serumpun Sebalai merupakan suatu bentuk etika kehidupan keseharian masyarakat Bangka Belitung yang rukun damai dan dalam hubungan kekeluargaan, walaupun terdiri dari bermacam-macam etnis dan agama. Menjelajahi Bangka Belitung sungguh menjadi sebuah pengalaman berwisata yang jarang saya dapatkan di tempat lain.
Penulis : Dionesia Ika
Baca Artikel Terkait : Begini Sentuhan Alam Dan Kemewahan Menginap Di Eco Beach Tent Belitung