HIPMI Jateng : Pemerintah Harus Fokus Pada Kesehatan Bukan Mengorbankan Sosial & Ekonomi

Pemerintah mengeluarkan program Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mulai dari PPKM Mikro, PPKM Darurat dan sekarang PPKM Level 4, sebagai upaya untuk memutus mata rantai penularan Covid-19. Efektifkah program PPKM dari pemerintah ?

Billy Dahlan, Ketua BPD Himp unan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jawa Tengah dalam dialog santai dengan sejumlah stakeholder dan media secara daring dari Kota Semarang, Sabtu (23/07/2021) menjelaskan, mewakili pengusaha dari Jawa Tengah, dirinya tidak merasa keberatan dengan adanya program PPKM, selama program tersebut, terukur, terarah, sehingga efektif penanganannya.

Selama minsdset pemerintah belum benar cara mengatasi penanganan angka aktif terpapar Covid-19 dan kemudian diberlakukan PPKM darurat lagi maka dunia usaha seperti perhotelan akan mati dalam 1 bulan kedeapan. “Masalah kesehatan diselesaikan dengan kesehatan bukan mengorbankan ekonomi dan sosial seperti program PPKM ini,” pungkas Billy.

Billy menambahkan, pengusaha pun tidak juga menggampangkan permasalahan Covid-19 yang belum kelar dan menelan anggaran besar hingga Rp700 triliun ini. “Para pengusaha tidak ada masalah PPKM dan lockdown sekalipun, selama program seperti PPKM tersebut terukur, terarah dan jelas progresnya sehingga efektif penanganannya,” ungkap Billy.

Mengutip data dari website resmi www.covid19.go.id, kata Billy, total kasus Covid-19 sekitar 3 jutaan selama 17 bulan, ini setara dengan 1,1 persen dari jumlah seluruh populasi penduduk di Indonesia. Total angka kematian akibat Covid-19 mencapai 77 ribu orang atau setara dengan 0,03 persen dan kasus aktif 55.000 orang setara dengan 0,02 persen.

Berdasarkan data resmi tersebut kata Billy, kebijakan pemerintah mengenai beberapa pemberlakuan PPKM ini ternyata berdampak pada 90 persen secara tatanan ekonomi dan sosial di seluruh Indonesia.

“Jika berbicara krisis kesehatan artinya harus yang ditangani bagaimana mengamankan kasus aktif yang jumlahnya 0,02 persen, jangan mengorbankan kebijakan pukul rata yang sehat semua (90 persen). Dan ini mau sampai kapan? Kalau program PPKM pertama mungkin tidak menjadi masalah karena terkait trial and error untuk mengetahui karakter Covid-19 seperti apa,” ungkap Billy.

Namun tambah Billy, setelah berjalan 17 bulan dan sudah mengetahui karakter Covid-19, yang terjadi sebenarnya adalah bukan dimasalah mobilitas masyarakat akan tetapi apakah di setiap daerah mampu menangani kasus aktif yang terjadi di daerahnya.

Dan ternyata program bansos sebagai pengiring akibat PPKM pun dinilai kurang efektif bagi masyarakat untuk bertahan selama berdiam diri di rumah agar tidak melakukan mobilitas sosial dan mencari nafkah.

Kejadian PPKM ini telah berulang kali, dan pemerintah telah melaukan buka tutup mobilitas masyarakat. “Ketika ada varian Covid-19 baru kemudain membludak lagi pemerintah mengeluarkan PPKM lagi. Mau sampai kapan akan seperti ini?,” Tanya Billy.

Sejatinya, jika pemerintah memahami karakter Covid-19 dan mampu menangani kasus yang aktif terpapar maka cara menyelesaikannya semakin efektif. “Jika Indonesia kekurangan fasilitas kesehatan dan kekurangan tenaga kesehatan, maka seharusnya fokus di hal tersebut. Ini lebih efektif dan tahu apa yang harus ditangani,” saran Billy.

Jadi lanjut Billy, toleransi untuk kasus orang yang berstatus aktif dapat ditangani jadi tidak perlu mengeluarkan kebijakan buka tutup mobilitas. Meskipun disertai dengan bansos setiap bulannya karena terbukti cuma mampu bertahan hidup sekitar 2 minggu.

“Jika bansos tersebut digunakan untuk keperluan kesehatan seperti membeli masker dan atau vitamin itu masih tepat. Namun gimana jika digunakan untuk keperluan lain seperti bayar cicilan kendaraan atau hal konsumtif lainnya, ini nggak efektif. Akan lebih baik pada peningkatan fasilitas kesehatan dan menambah tenaga kesehatan,” terangnya.

Menurut pandangan CEO PT Dafam Group ini sebenarnya, pengusaha ini tidak masalah dengan PPKM, tapi jangan buka-tutup maupun lock down sekalipun. Tapi pemerintah harus menaganinya secara tepat.

“Katakanlah 514 kabupaten dan kota di Indonesia dianggarkan Rp1 triliun saja dan kalau menanganinya kasus yang aktif Covid-19 ini benar untuk khusus kesehatan sudah cukup mengurai masalah dan tidak perlu adanya PPKM,” lanjutnya.

Pengusaha bukan tidak mau lagi untuk berkorban dalam menangani Covid-19. Tapi memang sudah ada yang dikorbankan lagi. “Selama 17 bulan Covid-19 kami telah merumahkan 2000 orang, PHK 600 orang lebih, pada PPKM kali ini pemasukan sudah kosong alias nol.

Sementara itu Arnaz Andraasmara, Ketua Kadin Kota Semarang menambahkan, juga memberikan saran ke pemerintah pusat, agar PPKM ini kembali diserahkan ke otoritas daerah. Jika kebijakan dari pemerintah pusat disamaratakan dengan daerah maka semua pengusaha akan gulung tikar. Dan ini tidak tidak adil.

Bagikan Artikel Ini Sekarang

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Floating Social Media Icons by Acurax Wordpress Designers

Follow, Likes & Subscribe Juga Social Media Kami